Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Virus corona diketahui mulai merebak pada akhir 2019. Kini, virus tersebut telah mengalami mutasi menjadi jenis atau varian-varian yang baru.
Salah satu dari varian itu adalah yang banyak ditemukan di Inggris, yang kemudian dinamai dengan B.1.1.7. Meski awalnya diketahui menyebabkan banyak kasus di Inggris, varian virus ini kini telah menyebar di berbagai negara, bahkan yang terletak di beda benua, misalnya Amerika Serikat.
Penelitian terus dilakukan untuk bisa mengidentifikasi dan mengetahui karakter juga sifat dari mutasi virus ini.
Studi terbaru dari New and Emerging Respiratory Threats Advisory Group (NERVTAG) di Inggris menyebutkan, varian virus baru ini 30%-70% lebih mematikan dan lebih banyak mengakibatkan tingkat keparahan dibandingkan dengan infeksi varian virus corona liar yang ada sebelumnya.
Baca Juga: Penelitian WHO, China bohongi dunia soal kasus Covid-19 di Wuhan
Mengutip Forbes, Senin (15/2/2021), kekhawatiran akan kemampuan B.1.1.7 dalam menimbulkan keparahan dan kematian ini sesungguhnya sudah ada sejak pertengahan Januari lalu. Kala itu, jumlah kematian akibat varian baru ini lebih banyak jika dibanding infeksi virus nonvarian baru.
Data yang sama juga disampaikan studi lain, misalnya Public Health Skotlandia yang menyebutkan risiko rawat inap pada pengidap B.1.1.7 lebih tinggi dibanding kasus infeksi varian virus corona yang lain.
Baca Juga: Orang yang sudah divaksin Covid-19 masih mungkin tertular, ini penjelasan Kemenkes
Demikian pula dengan risiko untuk masuk ke ICU. Intensive Care National Audit and Research Center (ICNARC) dan QResearch menemukan pengidap B.1.1.7 lebih berisiko menjalani perawatan hingga ICU, dibandingkan orang yang terinfeksi varian biasa.