Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyakit demam dengue atau sering disebut demam berdarah dengue (DBD) menjadi penyakit langganan di Indonesia setiap musim hujan di awal tahun. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2019, sebanyak 403 kabupaten/kota dari 33 provinsi telah melaporkan kasus DBD.
Sejak 1 Januari 2019 hingga 3 Februari 2019, 169 orang meninggal dunia dari total 16.692 kasus. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Kendati PSN selalu dicanangkan, namun angka kejadian infeksi DBD terus terjadi. Indonesia bahkan menduduki peringkat kedua terbesar di dunia sebagai negara dengan jumlah kasus demam dengue terbanyak.
Menurut Prof.Dr.dr Sri Rezeki Hadinegoro Sp.A(K), iklim di Indonesia membuat nyamuk mudah berkembang biak. "Indonesia disebut sebagai inkubator yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk karena hangat dan lembab," kata Sri dalam acara diskusi di Jakarta, Senin (18/2).
Ia mengatakan, selain mengendalikan perkembangbiakan nyamuk dengan menjaga kebersihan, pemberian vaksin dengue seharusnya menjadi bagian dari upaya penurunan kasus DBD. "Strategi yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah pemberian diagnosis, memonitor kasus yang berkesinambungan, mengendalikan nyamuk, vaksinasi, serta melakukan penelitian," kata pakar di bidang penyakit infeksi dan penyakit tropis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
WHO menetapkan target menurunkan kematian akibat demam dengue lebih dari 50% dan angka kejadian lebih dari 25 persen pada tahun 2020. Vaksin dengue sebenarnya sudah dipasarkan sejak akhir tahun 2016.
Vaksin milik Sanofi Pasteur ini sudah diteliti di 15 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. "Vaksin ini memiliki angka perlindungan sampai 81,9% pada orang yang sudah pernah terinfeksi dengue. Kerja vaksin juga paling efektif pada anak usia 9-16 tahun," papar Sri yang terlibat dalam penelitian ini.
Vaksin dengue diberikan tiga dosis dengan interval setiap 6 bulan. Sri menjelaskan, penelitian menunjukkan vaksin ini terbukti mengurangi demam dengue yang bergejala, dengue berat, dan juga angka perawatan di rumah sakit.
Karena vaksin ini lebih efektif pada orang dengan serotipe positif (pernah terinfeksi dengue), menurut Sri, sebelum vaksin seseorang perlu dilakukan tes apakah benar sudah pernah terinfeksi demam dengue atau belum. "Tes imunoglobulin sederhana, dan sebentar juga langsung ketahuan hasilnya," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Vaksin Dengue Perlu Jadi Bagian dari Upaya Pencegahan DBD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News