kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Vaksin asli dibuat 15 tahun sebelum dipakai


Selasa, 28 Juni 2016 / 14:13 WIB
Vaksin asli dibuat 15 tahun sebelum dipakai


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Kasus vaksin palsu membuat banyak orangtua khawatir tentang keamanan imunisasi si kecil. Namun, jangan sampai kekhawatiran itu membuat orangtua memilih anaknya untuk tidak diimunisasi.

Pasalnya, vaksin asli dibuat dengan berbagai penelitian dan uji klinis hingga bertahun-tahun untuk memastikan keamanannya.

Hal itu karena dalam pembuatan vaksin, diperlukan keseimbangan antara manfaat vaksin yang diberikan dengan manfaat yang akan dicapai. Untuk mencapai ini, diperlukan berbagai penelitian jangka panjang sebelum vaksin digunakan.

Tak heran, jika dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan vaksin yang benar-benar aman dan bermanfaat. Menurut buku Panduan Imunisasi Anak yang ditulis oleh Satgas Imunisasi PP IDAI, dibutuhkan waktu sekitar 15-20 tahun untuk membuat vaksin, terhitung sejak vaksin ditemukan di laboratorium hingga aman disuntikkan pada anak-anak.

Proses produksi vaksin melibatkan beberapa produsen vaksin yang telah melakukan pengujian bertahap selama bertahun-tahun untuk memastikan keamanannya.

Sebelum vaksin digunakan, penting untuk melakukan pembuktian keamanan, dengan melakukan uji klinis vaksin. Umumnya, uji klinis diawali pada binatang. Apabila aman, kemudian dilakukan uji klinis fase satu dengan pemberian vaksin pada orang dewasa sehat dengan jumlah terbatas, misalnya hanya 30 orang.

Uji klinis fase satu ini, untuk melihat apakah vaksin dapat diterima dengan baik, tana menimbulkan efek buruk pada orang dewasa sehat.

Setelah itu, dilanjutan uji klinis fase dua, yaitu diberikan pada kelompok yang rentan terhadap penyakit yang akan dicegah. Uji klinis fase dua ini untuk melihat efektivitas vaksin dengan mengukur kadar antibodi dalam darah.

Dalam uji klinis fase dua ini juga ditentukan dosis, jadwal, dan umur yang tepat untuk pemberian vaksin.

Jika hasilnya baik, dilanjutkan dengan uji klinis fase tiga terhadap anak ata bayi dalam jumlah terbatas. Fase ini untuk melihat daya pencegaha vaksin terhadap peyakit yang akan dicegah pada kelompok anak atau bayi.

Selain itu, uji klinis fase tiga seringkali dilakukan di beberapa negara secara bersamaan untuk membandingkan apakah vaksin tersebut dapat digunakan semua anak di seluruh dunia. Vaksin pun diberikan pada ribuan bayi dan anak, untuk mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan, bahwa vaksin tersebut bermanfaat memberi perlindungan terhadap penyakit.

Vaksin hanya dapat dirilis setelah Badan Pengawas Obat memastikan keamanan dan kualitas vaksin. Di Indonesia, Izin edar vaksin akan dikeluarkan setelah Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) meneliti dan mengkaji semua persayaratan keamanan dan manfaat vaksin dengan cermat.

Ada kalanya, efek samping vaksin tak langsung terlihat sesaat setelah penggunaan, selain itu umumnya efek samping vaksin bersifat individu.

Untuk mengantisipasi berbagai efek samping, penting dilakukan pemantauan vaksin jangka panjang atau post marketing surveillance atau uji klinis fase empat, di mana dilakukan pemantauan jangka panjang secara terus menerus untuk mengetahui keamanan vaksin.

Di Indonesia, pemantauan vaksin mutlak dilakukan, karena vaksin digunakan dalam jumlah jutaan dosis per tahun, mengingat jumlah kelahiran sekitar 4,5 juta bayi per tahun. Sehingga, setiap efek samping yang tidak diinginkan dapat diatasi dengan baik.

(Bestari Kumala Dewi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×