kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selain 3M, membatasi mobilitas dan mencegah kerumunan perlu dipertimbangkan


Rabu, 13 Januari 2021 / 09:00 WIB
Selain 3M, membatasi mobilitas dan mencegah kerumunan perlu dipertimbangkan


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adaptasi kebiasaan baru atau new normal dinilai belum efektif dan tidak berdampak signifikan terhadap penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Terlebih lagi, mobilitas interaksi dan aktivitas masyarakat ditambah ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan masih kerap terjadi di era new normal.

Epidemiolog dan Peneliti Pandemi Griffith University Dicky Budiman mengatakan, upaya untuk membangun peran publik dan masyarakat sangat penting dalam pengendalian pandemi Covid-19 di masa new normal. Sebab, virus corona dibawa oleh masyarakat melalui berbagai aktivitasnya, bukan menyebar dengan sendirinya.

Lantas, faktor perilaku masyarakat yang mengarah kepada upaya pencegahan akan membuat pengendalian Covid-19 di Indonesia menjadi lebih mudah. “Kalau perilaku manusianya tidak bisa dikendalikan, optimalisasi testing dan tracking menjadi sia-sia,” ujar dia.

Dicky pun menilai, kampanye 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) yang digaungkan di masa new normal belum efektif. Masih banyak ditemui masyarakat yang tidak menerapkan 3M dengan baik ketika beraktivitas.

Baca Juga: Vaksin tahap tiga telah tiba, masyarakat diharapkan tetap lakukan 3M

Apalagi, belum semua masyarakat memiliki akses penerapan 3M yang layak. Misalnya, ketersediaan masker yang sesuai standar masih kurang di beberapa wilayah. Ada juga penyediaan sarana mencuci tangan yang terkesan ala kadarnya masih kerap ditemui di berbagai area publik, termasuk gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.

Upaya kampanye menjaga jarak pun masih jauh panggang dari api. Di sektor transportasi misalnya, jadwal kereta api yang belum teratur mengakibatkan antrean panjang di stasiun. Penumpang pun masih harus berdesak-desakan di dalam kereta saat jam sibuk.

Buruknya pengaturan tes rapid antigen di bandara juga menimbulkan antrean padat yang tentu saja membuat masyarakat terpaksa berkerumun.

“Ini semua menunjukkan bahwa antara program, kampanye, dan realisasi belum serasi,” ungkap Dicky.

Ia pun berpendapat, upaya 3M saja tidak cukup. Justru sekarang pemerintah harus mengkampanyekan penerapan 5M. Selain memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, perlu adanya usaha membatasi mobilitas aktivitas dan interaksi serta mencegah keramaian dan kerumunan.

Untuk mendukung penerapan 5M di era new normal, peran pemerintah sangat penting. Sebab, dalam beberapa kasus pemerintah justru mengadakan acara atau mengeluarkan kebijakan yang menimbulkan kerumunan dan mobilitas tinggi oleh masyarakat. Contohnya, pilkada serentak dan pelonggaran aktivitas wisata di masa libur akhir tahun.

“Semestinya pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan yang kontradiktif,” tegas dia.

Ia juga menyebut, tidak ada kata terlambat untuk melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19, karena setiap upaya akan menyelamatkan nyawa manusia. Pandemi Covid-19 pun diprediksi masih akan berlangsung lama, apalagi bagi Indonesia yang masih harus berjibaku melewati masa kritis.

#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun

Selanjutnya: Menag: Vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari upaya untuk menjalankan ajaran agama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×