Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
Cikarang. Banyak masyarakat yang kembali memanfaatkan obat-obatan herbal untuk menyembuhkan penyakit.
Tak salah memang, karena obat herbal bisa mujarab seperti obat kimia.
Namun, perlu riset mendalam dan uji klinis seperti halnya membuat obat kimia.
"Jika dilakukan riset dan diproses dengan teknologi modern, obat herbal tidak kalah dengan obat kimia," ujar Executive Director DLBS (Dexa Laboratories of Biomolecular Science) PT Dexa Medica, Dr. Raymond R Tjandrawinata, dalam diskusi di kawasan industri Dexa Medica di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (27/1/2016).
Adapun, obat tradisional dari bahan alami yang telah diuji khasiat dan keamanannya itu disebut fitofarmaka.
Menurut Raymond, Indonesia perlu banyak memroduksi obat fitofarmaka.
Alasannya, Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah dengan ribuan tanaman obat.
Para ilmuwan dari luar negeri pun banyak yang mencari bahan baku aktif obat herbal di Indonesia.
"Indonesia butuh sekali fitofarmaka. Kita harus mengurangi impor kimia sesuai program pemerintah, yaitu kemandirian bahan baku aktif obat nasional," jelas Raymond.
Meski tanaman obat telah dipercaya khasiatnya secara turun-temurun, riset tetap harus dilakukan untuk menghasilkan banyak fitofarmaka.
Riset diperlukan, untuk mengambil kandungan dari bahan alami yang lebih spesifik untuk mengobati.
Riset dan uji klinis juga dilakukan untuk mendapat dosis yang pas untuk dikonsumsi manusia sebagai obat.
"Selama ini, menggunakan bahan baku alami secara turun temurun untuk tindakan preventif dan promotif. Kalau diriset dengan teknologi modern untuk mengobati penyakit," terang Raymond.
Sayangnya, saat ini baru ada tujuh obat fitofarmaka. Lainnya, yaitu 43 herbal terstandar dan sekitar 9000 jamu.
Menurut Raymond, fitofarmaka seharusnya juga masuk dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
(Dian Maharani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News