kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.932   28,00   0,18%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ini yang terjadi pada otak jika konsumsi sabu


Selasa, 28 Maret 2017 / 15:41 WIB
Ini yang terjadi pada otak jika konsumsi sabu


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Penyanyi dangdut Ridho Rhoma ditangkap saat sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu. Kepada pihak kepolisian, Ridho mengaku sudah sekitar dua tahun konsumsi sabu.

Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Roycke Langie menyampaikan, Ridho juga mengaku konsumsi sabu karena beban kerjanya sebagai musikus. Salah satu alasannya, agar tak cepat mengantuk.

Sebenarnya, apa yang terjadi pada otak saat konsumsi sabu? Dokter kesehatan jiwa, Andri, menjelaskan, zat golongan amfetamin atau metamfetamin seperti sabu-sabu dan ekstasi dapat menyebabkan lonjakan hormon serotonin dan dopamin berkali-kali lipat dari biasanya. "Hal ini yang membuat pengguna stimulan merasakan rasa nyaman dan gembira luar biasa," jelas Andri.

Orang yang konsumsi sabu akan merasa lebih percaya diri. Namun, efek menyenangkan itu hanya terjadi sesaat. Efek yang sebenarnya terjadi adalah kerusakan kesimbangan sistem di otak. Mereka yang konsumsi sabu bisa menjadi lebih sulit mengelola stres.

Gangguan kecemasan

Andri mengungkapkan, penggunaan sabu dalam jangka panjang bisa menimbulkan efek gangguan kecemasan di kemudian hari. Efek tersebut bahkan muncul setelah sudah tak lagi konsumsi sabu.

Andri beberapa kali mendapati pasien dengan gangguan kecemasan yang ternyata sebelumnya memiliki riwayat konsumsi sabu maupun ekstasi.

Gejala kecemasan bisa berupa jantung berdebar tiba-tiba, sesak napas, hingga perasaan melayang. Hal itu terjadi karena sudah rusaknya keseimbangan sistem hormon serotonin dan dopamin di otak.

Efek lain juga bisa muncul gejala psikotik, seperti ide-ide paranoid. Mereka bahkan jadi rentan depresi.

(Dian Maharani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×