kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia Dinilai Punya Potensi untuk Mengembangkan Green Pharmacy


Rabu, 07 September 2022 / 10:01 WIB
Indonesia Dinilai Punya Potensi untuk Mengembangkan Green Pharmacy
ILUSTRASI. Obat-obatan.


Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mendorong seluruh stakeholder untuk mengoptimalkan peran green pharmacy dalam mendukung arsitektur kesehatan global. 

Plt. Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito mengatakan, dari sisi industri, produk farmasi saat ini sebagian besar dikembangkan dari bahan kimia dasar. Transformasi untuk menjadikannya green atau ramah lingkungan sangat penting untuk keberlanjutan. 

"Konsep green pharmacy ini sangat baik untuk ekosistem. Jadi bukan hanya transisi dari kimia ke herbal, tapi membuat bahan obat menjadi kembali ke alam. Terus terang berdasarkan obat kimia maupun herbal, industri kita ingin membuat roadmap untuk Indonesia. Penting bagi semua pihak dari hulu hingga hilir untuk melakukan kolaborasi dengan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi," ujarnya dalam agenda T20 Indonesia Summit yang disiarkan dari YouTube T20 Indonesia, Selasa (6/9/2022). 

Hal serupa juga diamini oleh Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia. Dia mengatakan, obat herbal sebagai bagian dari pengobatan tradisional dan komplementer merupakan sumber daya kesehatan yang penting dan sering diremehkan, dalam banyak penggunaan terutama dalam pencegahan dan pengelolaan gaya hidup terhadap penyakit kronis dan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan populasi yang menua. 

Baca Juga: Citi Indonesia & Emiten Grup Djarum Tanda Tangani Kerjasama Pemberian Kredit

Belum lagi saat ini semakin banyak negara yang mengakui peran jamu dalam sistem kesehatan nasionalnya. 

Di China, penggunaan obat herbal sudah mapan untuk tujuan kesehatan. Di Jepang, 50%-70% jamu telah diresepkan. Sementara itu, Kantor Regional WHO untuk Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan bahwa 71% penduduk Chili dan 40% penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. 

"Bahkan di antara yang maju negara, obat herbal sangat populer. Penggunaan jamu oleh penduduk di Perancis mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40%, dan Amerika Serikat 42%. Inilah kondisi pasar ekspor jamu ke depan," jelasnya. 

Berkaca dari hal ini, menurut dia, seharusnya bisa menjadi peluang Indonesia untuk mengembangkan obat herbal. Indonesia dengan sekitar 143 hektar hutan tropis, dengan 28.000 spesies tumbuhan, 32. 000 bahan telah dimanfaatkan. 

"Indonesia dengan 217 juta penduduk tetap menjadi pemain utama baru untuk Farmasi Hijau dengan produk jamu," katanya. 

Untuk mencapai itu, Kementerian Kesehatan mulai menerapkan transformasi sistem kesehatan dalam pengembangan dan pemanfaatan jamu di bidang kesehatan. 

Di lokasi pengembangan, dia menjelaskan, pihaknya mendorong penelitian, pengembangan, hingga penanganan dan pemanenan bahan baku untuk memastikan standar kualitas dalam produksi. Pihaknya juga akan menyelaraskan upaya untuk mendukung UKM untuk mengembangkan bisnis dan pasar mereka. 

"Kemudian di situs permintaan, kami menyediakan Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan pada semester pertama tahun ini. Pemerintah menyediakan dana alokasi khusus bagi pemerintah daerah untuk menggunakan produk lokal," katanya. 

"Kami percaya tindakan ini akan membawa pemanfaatan green pharmacy dan memberikan keberlanjutan dalam pengaturan perawatan kesehatan," sambungnya. 

Baca Juga: Menperin: Utilisasi Industri Kulit dan Alas Kaki Menanjak Hingga 84,49 Persen

Sementara itu, Director of Research & Business Development Dexa Group Raymond Tjandrawinata mengatakan, green pharmacy adalah alternatif yang sangat baik untuk sebuah negara, karena green pharmacy berasal dari bumi, kita harus kembali ke bumi. Tidak hanya meningkatkan kesehatan dan gaya hidup masyarakat, green pharmacy juga meningkatkan keramahan lingkungan. 

"Misalnya, mengurangi emisi Nitrogen Oksida (NO) dan meningkatkan bahan organik, menyesuaikan pH tanah, dan meningkatkan retensi air dan kapasitas menahan. Ketika kita mengembangkan apotek, kita perlu memastikan produk kimia diturunkan dengan lebih banyak Green Pharmacy," jelas dia. 

Walau demikian, menurut dia, green pharmacy perlu mengikuti proses modern dari penemuan obat, melalui pengujian pada hewan dan manusia. Jika tidak, green pharmacy tidak akan digunakan oleh dokter dan ditambahkan ke Pedoman praktik klinis. 

"Pada akhir saya ingin mengatakan ketika kita berbicara tentang Green Pharmacy, rantai nilai tidak hanya datang dari produsen, tetapi kembali ke awal yaitu petani untuk bahan baku. Jika kita berbicara tentang Green Pharmacy dalam jumlah besar, siapa yang akan mendapatkan keuntungan. Tidak hanya produsen, perusahaan, pasien dan dokter, tetapi juga para petani yang memiliki kemampuan menanam sesuai dengan praktik agrikultur yang baik," pungkasnya.

Penulis : Elsa Catriana
Editor : Aprillia Ika

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Dorong "Green Pharmacy" untuk Industri Kesehatan, Apa Itu? "

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×