Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik mengenai kandungan Bisphenol A (BPA) dalam air minum kemasan masih menjadi perdebatan serius di berbagai kalangan, termasuk ahli kesehatan, pelaku industri, serta pemerintah. BPA adalah senyawa kimia yang telah lama digunakan dalam industri plastik karena ketahanannya yang tinggi terhadap panas dan tekanan.
Oleh karena itu, beberapa kalangan mendesak adanya pelabelan pada galon AMDK untuk memberikan informasi yang lebih jelas kepada konsumen. Langkah ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap potensi kandungan BPA dalam kemasan air minum yang dikonsumsi.
Namun, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) menilai tidak perlu dilakukan pelabelan pada galon AMDK yang sudah terstandarisasi atau memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurutnya, yang perlu dilakukan pengawasan penggunaan dari semua jenis air minum yang dijual di pasaran.
“Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terhadap produk-produk AMDK yang sudah terstandarisasi. Apalagi belum ada survei yang menemukan sudah ada masyarakat yang terganggu kesehatannya karena mengonsumsi AMDK yang sudah terstandarisasi itu,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat IAKMI, Hermawan Saputra , dalam keterangannya, Senin (11/11).
AMBaca Juga: Penjualan dan Laba Sariguna Primatirta (CLEO) Naik Dua Digit di Kuartal III 2024
Sementara itu, ia mengatakan bahwa IAKMI lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi produk air minum yang dijual di depot-depot air minum isi ulang ketimbang AMDK yang sudah jelas-jelas terstandarisasi.
Dari hasil pantauan dan kajian yang dilakukan IAKMI, kata Hermawan, ditemukan banyak kejadian yang dialami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, kemudian gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita.
“Terjadi penyakit pada masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot itu lebih disebabkan karena adanya paparan bakteri yang ada di dispenser atau mesin pompanya. “Jadi, bukan pada sumber air dalam galonnya tapi pada sanitasi dan higienitas prosesnya,” katanya.
Sebelumnya, Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan migrasi Bisfenol-A (BPA) dari galon polikarbonat berbagai merek yang diteliti masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM.
Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono, menyebut sudah ada 8 perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat. Dari situ ditemukan bahwa hasil migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat itu tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM sebesar 0,6 bpj.
“Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj, juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang ditetapkan BPOM,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News