kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Epidemiolog menilai penurunan tarif tes PCR tak akan perbaiki tracing


Sabtu, 21 Agustus 2021 / 09:00 WIB
Epidemiolog menilai penurunan tarif tes PCR tak akan perbaiki tracing


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Epidemiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Tonang Dwi Ardyanto menilai, penurunan tarif Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan tracing. Sebab, sejak awal pandemi virus corona melanda Indonesia, PCR epidemologis dilaksanakan tanpa memungut biaya.

Sementara, rencana kebijakan tarif PCR yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni untuk PCR Mandiri. Adapun Jokowi menginstruksikan tarif PCR mandiri sebesar Rp 450.000 hingga Rp 550.000 per tes.

Angka tersebut di bawah rata-rata tes PCR yang berlaku sebelumnya yakni lebih dari Rp 900.000 per tes. Kendati demikian, Tonang mengatakan ada dua upaya yang dapat dilakukan pemerintah akan bisa meningkatkan PCR tracing. 

Pertama, aspek tenaga medis, karena saat ini di Puskesmas sedang memfokuskan program vaksinasi, baik yang diselenggarakan puskesmas setempat, maupun ketika tenaga medis di puskesmas mendukung penyelenggaraan sentra-sentra vaksinasi di luar kegiatan puskesmas.

Baca Juga: Tarif tes PCR turun, ini harga PCR di Kimia Farma, Omni, EMC & Siloam

“Untuk itu perlu dukungan SDM untuk menutup kekurangan SDM tersebut. Di beberapa daerah, sudah mulai ada tenaga tracing dari tenaga non kesehatan,” kata Tonang kepada Kontan.co.id, Jumat (20/8).

Kedua, setelah menetapkan kontak erat dengan hasil PCR yang didapat, langkah selanjutnya adalah testing agar jelas status kesehatan orang dalam pantauan.

Namun demikian, Tonang tidak memungkiri dalam tahapan ini akan banyak keluhan seperti antrean yang membludak.

“Oleh karenanya kuncinya tentu memperbanyak kapasitas PCR tracing. Agar tinggi, perlu dukungan dari reagen, BHP, Alkes, dan tentu saja SDM. Tentu saja, ini memang beban pemerintah,” ujar Tonang.

Ia menambahkan, lab dan Rumah Sakit yang ditunjuk tentu saja tidak boleh menarik biaya atas tracing tersebut. Tidak boleh pula melayani PCR mandiri. Harus total kapasitas untuk tracing.

Baca Juga: Makin murah, SWAB PCR SARS-CoV-2 di Diagnos Laboratorium kini hanya Rp 495.000

“Tapi memang pemerintah harus subsidi penuh untuk PCR tersebut. Tidak cukup subsidi reagen atau BHP nya saja. Di mana peran sektor swasta? Bagi sektor swasta diberi kesempatan ikut pelayanan. Tapi ada syaratnya agar hasil PCR nya dapat diakui untuk keperluan publik,” kata Tonang.

Misalnya, harus mengerjakan PCR tracing minimal 50-100 per hari. Di luar itu, baru boleh melayani yang mandiri dengan HET yang sudah dihitung pemerintah.

Dengan kondisi itu, kapasitas tracing bisa digenjot. Pelayanan PCR mandiri bisa dikendalikan. Mutu terjaga, tidak juga terjadi perang harga.

Maka penurunan tarif PCR sebenarnya tidak berhubungan dengan peningkatan tracing. Karena yang tracing itu PCR nya tidak ditarik biaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×