Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sosialisasi dan edukasi terkait Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2024 mengenai label pangan olahan semakin mendesak untuk dilakukan. Hal ini penting guna mencegah potensi polemik akibat salah tafsir, terutama menyangkut kewajiban pencantuman label pada air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan plastik polikarbonat.
Nugraha Edhi Suyatma, Guru Besar Ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan di IPB, menekankan pentingnya pemahaman yang tepat terkait kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan migrasi BPA dari kemasan ke air minum. "Luruhnya BPA dari kemasan biasanya hanya terjadi jika terkena suhu ekstrem, misalnya lebih dari 250 derajat Celsius," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (12/9).
Nugraha juga menjelaskan bahwa selama proses produksi AMDK, tidak ada paparan panas yang signifikan. "Kemasan mungkin terpapar matahari selama distribusi, tetapi suhu yang terjadi jauh di bawah 50 derajat Celsius. Jadi, risiko migrasi BPA ke dalam air minum dari kemasannya sangat kecil," tambahnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir terkait keamanan AMDK yang menggunakan kemasan galon polikarbonat. Produk yang sudah mendapatkan izin edar dari BPOM dipastikan telah melalui pengujian yang ketat dan aman dikonsumsi.
Baca Juga: Rutin Minum Rebusan Daun Binahong Bisa Membawa Manfaat & Cara Membuat Rebusannya
Kelompok Studi Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) baru-baru ini merilis hasil penelitian independen terkait keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat dari beberapa merek ternama di Provinsi Jawa Barat. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa semua sampel air yang diuji bebas dari kandungan BPA dan sesuai dengan standar nasional serta internasional.
Bukan hanya di Indonesia, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Arab Saudi, dan Qatar juga masih menggunakan kemasan berbahan polikarbonat untuk produk air minum kemasan mereka. Namun, meskipun demikian, tuduhan terhadap kemasan ini sebagai pemicu penyakit seperti gangguan hormon, autisme, hingga kanker, sering kali mencuat di masyarakat.
Sejumlah pakar kesehatan telah membantah tuduhan bahwa BPA dalam kemasan polikarbonat berisiko bagi kesehatan. Laurentius Aswin Pramono, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialisasi Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa BPA dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
"Penelitian terkait paparan BPA saat ini baru dilakukan pada hewan percobaan, bukan manusia. Jumlah paparan BPA dalam air minum kemasan sangat kecil, bahkan untuk mencapai tingkat yang berpotensi membahayakan, seseorang harus mengonsumsi ribuan liter air kemasan dalam satu waktu," jelas Aswin.
Baca Juga: Aqua Perluas Distribusi Galon Guna Ulang Berbahan PET
Ia juga menambahkan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk mengeluarkan zat-zat seperti BPA melalui proses metabolisme. "Risiko paparan BPA dalam air kemasan sangat kecil, apalagi dengan jumlah konsumsi yang normal." ujarnya
Secara keseluruhan, para pakar menegaskan bahwa air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat telah dikonsumsi selama bertahun-tahun tanpa adanya bukti yang kuat terkait dampak buruk bagi kesehatan. Hingga kini, penelitian ilmiah terus menunjukkan bahwa jumlah BPA yang mungkin terlepas dari kemasan galon polikarbonat sangat minimal dan tidak berisiko bagi kesehatan manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News