kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Amankah ganja sebagai obat herbal?


Selasa, 04 April 2017 / 13:25 WIB
Amankah ganja sebagai obat herbal?


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Belakangan ini, jagad media sosial diramaikan dengan kabar ditangkapnya seorang ayah sekaligus suami yang menanam ganja di sekitar rumahnya. Ia beralasan, rela melanggar hukum dengan tanam ganja untuk pengobatan istrinya yang terkena penyakit langka. Benarkah ganja bisa sebagai obat?

Arsip yang menyatakan tanaman ganja sudah dipakai dalam pengobatan herbal ditemukan dalam dokumen Mesir Kuno dari masa 1.550 SM. Dalam lempengan tanah liat yang dibuat bangsa Sumeria pada masa 3.000 tahun SM juga diperoleh catatan lengkap tentang manfaat tanaman ganja.

Tanaman ganja memiliki zat aktif yang sudah terbukti memiliki khasiat pengobatan, yakni tetrahydrocannabinol (THC), zat yang dikenal bisa membuat pemakainya "tinggi".

Menurut Mahmoud ElSohly, Ph.D, peneliti tanaman ganja, jika digunakan dalam formula dan dosis yang tepat, THC adalah obat yang mujarab.

Tanaman ganja terdiri dari 500 zat kimia. Mayoritasnya adalah cannabinoid, yang akan berikatan dengan reseptor di tubuh dan memengaruhi sistem imun dan otak.

"Penelitian menunjukkan, THC dan cannabidiol atau CBD, memiliki banyak manfaat. Perbedaan utama dari dua zat itu adalah CBD tidak menyebabkan kita menjadi 'tinggi'," kata ElSholy dalam wawancara dengan majalah MensHealth.

Masalahnya, ketika terpapar dengan suhu tinggi saat dibakar untuk dihisap, 500 zat kimia dalam tanaman ganja ini akan menghasilkan produk sampingan yang sebagian besar bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker.

Penelitian menunjukkan bahwa rokok ganja mengandung material karsinogen 70% lebih banyak dibanding rokok tembakau.

Selain itu, para ahli meyakini bahwa penggunaan ganja secara teratur berpengaruh toksik pada pematangan struktur otak. Studi tahun 2012 juga menyimpulkan bahwa orang yang menghisap ganja sebelum usia 18 tahun mengalami penurunan tingkat kecerdasan (IQ) dan fungsi kognitif, dibanding orang yang mulai menghisap di usia dewasa.

"THC pada dosis rendah memiliki efek positif, tetapi pada dosis tinggi efeknya sebaliknya. Orang yang menggunakannya pada dosis tepat akan tenang dan juga bahagia," kata ElSohly.

Dalam dosis yang tepat, tanaman ini juga mengobati penyakit. Sayangnya, bila dosisnya berlebihan, efeknya pada kondisi mental berbahaya, bahkan psikotik.

Efek negatif tersebut menyebabkan ganja sampai saat ini masih dianggap sebagai barang haram di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemakaiannya rawan disalahgunakan.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek juga menegaskan bahwa Indonesia belum berencana melakukan penelitian tanaman ganja, meski sudah ada usulan dari sejumlah kalangan.

Nila mengatakan, kemungkinan efek ganja sama seperti morfin, yakni penghilang rasa sakit dan bukan menyembuhkan.

Penggunaan morfin pun, lanjut Nila, tidak bisa dilakukan sembarangan. Tetap ada pengawasan dari dokter agar penggunaanya tidak berlebihan. Pasalnya, jika tak sesuai takaran yang ditentukan, justru akan membuat pasien menjadi ketagihan.

(Lusia Kus Anna)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×