kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45921,71   -13,81   -1.48%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukses Yuda Fajrin berkat bikin sate ayam yang beda


Minggu, 06 Januari 2019 / 12:15 WIB
Sukses Yuda Fajrin berkat bikin sate ayam yang beda


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Booming sate taichan pada 2016 lalu membetot perhatian Yuda Fajrin. Sekaligus, membangkitkan keinginannya untuk melakoni usaha sejenis, tetapi beda.

Keinginannya membuka usaha kala itu tak lepas dari kondisinya yang baru kena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah perusahaan lampu tempatnya bekerja sebelumnya. Terlebih, sang istri pun sedang hamil anak pertamanya.

Sejatinya, Yuda sudah bekerja di bisnis keluarga istrinya. Tapi, sebatas bantu-bantu sesuai keahlian yakni fotografi, videografi, desain. “Cuma saya merasa, bagaimana masa depan anak kami,” ujarnya.

Karena itu, berangkat dari popularitas sate taichan, dia ingin membuka usaha sate ayam yang lain daripada yang lain. Bahan baku dan rasa sate taichan yang seragam, yakni daging dada ayam yang berasa asam pedas, membuat pria kelahiran 5 Maret 1988 ini menemukan celah menciptakan sate yang beda.

Yuda teringat dengan dokter ayahnya. Dokter itu marah-marah ketika tahu ayah Yuda makan ikan asin cabe hijau. Sebab, kombinasi rasa asin plus pedas memicu hasrat orang untuk makan, makan, dan makan lagi.

“Dari situ saya ambil kesimpulan, jika ingin buka usaha makanan, maka kunci rasanya adalah asin plus pedas,” kata pemilik Satay Kato dengan 27 cabang dan omzet miliaran rupiah per bulan ini.

Untuk menghasilkan cita rasa asin pedas untuk sate ayam, Yuda mulai meracik bumbu. Ia sempat mules-mules oleh bumbu hasil percobaannya.

Toh, Yuda terus meracik bumbu. Setelah sebulan bereksperimen, akhirnya dia berhasil menemukan rasa dan formula yang pas.

Selain bumbu, bahan baku sate olahannya juga beda dengan sate taichan. Dia menggunakan daging ayam bagian paha. “Jadi, ini bukan sate taichan, beda,” tegasnya.

Meski begitu, proses pembakarannya sama, tanpa kecap. Walhasil, daging sate tetap berkelir keputihan.

Yang membedakan, sate ayam bikinan Yuda menggunakan bumbu asin pedas sewaktu dibakar. Alhasil, tanpa sambal pun satenya sudah berasa asin pedas.

Setelah ketemu rasa yang benar-benar pas, pada 20 Agustus 2016, Yuda pun membuka usaha sate ayam dengan mengusung nama Satay Kato. Kata Kato dia ambil dari nama anak pertamanya. Bermodal Rp 33 juta, ia berjualan dengan gerobak kaki lima di daerah Kemang, Jakarta Selatan.

Inovasi pemesanan

Ternyata, dengan harga jual Rp 20.000 per porsi isi 10 tusuk, satenya laris manis. Dalam tiga pekan, Yuda sudah balik modal. “Banyak banget yang beli, sampai saya pun pakai metode pesan dengan WA (WhatsApp). Jadi, orang harus pesan dulu lewat WA,” imbuhnya.

Tambah lagi, satu konsumen sekali makan enggak cukup satu porsi. Soalnya, itu tadi, berkat sensasi rasa asin pedas yang bikin nagih dan enggak mau berhenti makan.

Beda dengan sate madura yang manis. “Bumbu bakarnya manis ditambah bumbu kacang yang juga manis. Kan, jadi enek kalau kebanyakan, satu porsi saja cukup,” jelas Yuda.

Meski harus memesan lebih dulu lewat aplikasi percakapan instan WhatsApp, Yuda tetap melayani pembeli yang datang tanpa melakukan order lebih dulu. Karena itu, setiap hari ia menyediakan 500 tusuk untuk pembeli on the spot.

Oh, iya, pemesanan via WhatsApp jadi salah satu inovasinya. Dia kemudian menciptakan Kato Geng, grup WA untuk memesan sate.

Yang bergabung dalam grup ini adalah para pelanggan yang tak mau antre dan menunggu lama di gerai. Di tiap daerah, ada koordinator grup. Saat ini, Satay Kato bercokol di delapan kota, seperti Medan, Bogor, dan Yogyakarta

Selain cita rasa yang beda lagi membangunkan selera untuk terus makan, kesuksesan Satay Kato berkat jurus pemasaran Yuda. Di awal membuka usaha, ia memberi calon konsumen tester.

Di kawasan Kemang, tempat usahanya mangkal, banyak kafe dan tempat hiburan. Nah, dia menyiapkan beberapa porsi sate untuk dibagikan gratis pada para pengunjung kafe dan tempat hiburan, yang kebanyakan anak muda.

Bukan itu saja, pas peluncuran, ia mengajak serta sang istri, Marsha Natika. “Istri saya, kan, artis, jadi bisa sebagai influencer atau penarik masyarakat juga,” tambah Yuda.

Tak heran, pelanggannya banyak dari kalangan selebritas. Sebut saja, Wulan Guritno, Adipati Dolken, serta Ayu Ting Ting.

Tapi, Satay Kato bukan bisnis pertama Yuda. Jauh sebelumnya, saat masih berusia 19 tahun dan kuliah, ia jualan ponsel ke teman-temannya berdasarkan pesanan (by order).

Kemudian, dia mulai ingin bisnis serius. Pilihannya jatuh ke usaha kaos. Saat itu, Yuda membikin kaos bertema film-film yang sedang booming, misalnya, Fast & Furious.

Karena penjualannya bagus, dengan menggandeng beberapa teman, ia membeli mesin cetak dan menyewa sebuah rumah sebagai bengkel produksi.

Cuma, baru berjalan lima bulan, bisnis kaosnya terhenti. Gara-garanya, mereka kena tipu. Rumah yang mereka sewa dalam sengketa. Dan, mereka membayar sewa kepada bukan pemilik rumah yang sah.

Kejadian itu tak membuat Yuda patah semangat. Setelah usaha kaos, dia jadi pemasok minuman bersoda ke sejumlah kafe di daerah Kemang dan Sudirman. Hampir dua tahun ia menjalani usaha ini.

Sebetulnya, dari segi ekonomi, orangtuanya tidak kekurangan lantaran. Aang ayah bekerja di perusahaan minyak dengan posisi yang bagus.

“Tapi, karena memang dagang adalah passion saya, walaupun dimarahi dan terus berkonflik dengan orangtua, saya tetap jalani secara sembunyi-sembunyi,” ungkap Yuda yang berhenti jadi pedagang pasca lulus S2, lalu bekerja sebagai karyawan sesuai keinginan orangtua.

Tawarkan kemitraan

Lantaran berdagang sudah jadi passion Yuda, Satay Kato pun berkembang cukup pesat. Dalam tempo dua tahun, Satay Kato punya 27 cabang. Delapan di antaranya dan semua ada di Jakarta, kepunyaan Yuda.

Dia menggunakan konsep kemitraan untuk menggembangkan usahanya, dengan sistem beli putus. Jadi, mitra tidak perlu menyetor sepeser pun setelah bisnis berjalan.

Cukup bayar di muka sebesar Rp 75 juta untuk membeli kemitraan Satay Kato, sudah termasuk gerobak, peralatan masak dan makan, juga pemasaran.

Sebelum gerai mitra buka, biasanya Yuda memberikan pendampingan langsung selama satu hingga dua pekan. Jika lokasinya di luar Jakarta, ia menggunakan waktu itu untuk mencari pemasok ayam, cabai, arang, dan bahan lainnya.

Setelah dapat, dia akan merekomendasikannya ke mitra. “Tapi, kalau dia sudah punya supplier atau kurang sreg sama pilihan saya, ya, silakan saja. Setelah itu, saya akan mengajari bagaimana caranya membuat sate, resepnya seperti apa. Saya ajari juga cara-cara marketing  secara online,” ungkap Yuda.

Walau menerapkan sistem beli putus, bukan berarti Yuda lepas tangan setelah usaha mitra berjalan. Ia membuat grup WA yang beranggotakan semua mitra Satay Kato.

Dia juga memantau perkembangan bisnis dari akun media sosial para mitra. “Saya selalu terbuka dan meluangkan waktu jika para pembeli franchise Satay Kato curhat atau apapun yang bisa saya bantu,” tegasnya.

Menurutnya, dalam sehari, gerai yang ada di Jakarta paling sedikit mengantongi penghasilan Rp 2 juta–Rp 2,5 juta. Yang paling besar outlet di Medan, bisa mendapatkan omzet Rp 5 juta–Rp 5,5 juta per hari. Hanya, harga jual di Medan memang lebih tinggi, Rp 25.000 per porsi.

Di kota lain termasuk Jakarta cuma Rp 20.000 seporsi. “Insya Allah, jika cara marketing dan pelayanan yang saya ajarkan diterapkan, maka balik modalnya bisa maksimal dua hingga tiga bulan,” imbuh Yuda.

Mulai awal 2018, bisnisnya berstatus perseroan terbatas (PT) dengan tajuk PT Kato Kuliner Indonesia. Perubahan status ini ada alasannya.

Awal tahun lalu, ada investor dari Brunei Darussalam yang tertarik berinvestasi di Satay Kato. Tapi, investor itu batal masuk karena Satay Kato belum ada legalitasnya.

Ke depan, dengan menyandang status PT, bila ada investor yang mau kerja sama, jadi mudah urusannya. Lebih dari itu, status tersebut juga sebagai jalan menambah predikat Satay Kato, yakni bukan lagi sekadar makanan pinggir jalan.

Untuk itu, Yuda berencana membuka restoran di tahun depan, persisnya setelah pemilihan umum (pemilu). Tak hanya sate ayam, ia akan menawarkan sate kambing.

Saat ini, masih dalam tahap mencari lokasi dan mematangkan konsep restorannya. “Ini khusus buat kedai Satay Kato punya saya saja. Untuk yang milik mitra, terserah mereka,” ujarnya.

Siap berkembang lagi.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×