kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukses bisnis fesyen muslim keluarga dalam sekejap


Sabtu, 13 April 2019 / 13:00 WIB
Sukses bisnis fesyen muslim keluarga dalam sekejap


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Merintis sebuah usaha memang enggak boleh asal-asalan, walau modalnya pas-pasan. Tetap butuh persiapan yang betul-betul matang.

Apalagi, bila kita sama sekali belum pernah bersentuhan dengan bidang usaha itu.

Persiapan dan kesungguhan. Itulah yang dilakoni Asad Askaruddin saat akan membangun usaha mode di Bandung pada 2014 lalu. Selama setahun penuh dia belajar soal seluk beluk fesyen, mulai dari bahan baku kain, proses produksi, produk, model, hingga pemasaran.

Setelah siap secara mental dan keilmuan, Asad dan sang istri, Salma Hanifah Wandani, mulai menjalani usaha fesyen, dengan bendera Bunayya. Busana muslim anak menjadi pilihan keduanya.

Enggak butuh waktu lama buat pasangan suami istri ini untuk mendulang sukses. Kini, saban bulan mereka mengantongi omzet sebesar Rp 350 juta. “Kalau Lebaran bisa
Rp 800 juta,” kata Asad.

Sebelum mendirikan Bunayya, yang dalam bahasa Arab berarti anak-anak, Asad bekerja di sebuah perusahaan di Cikarang, Jawa Barat. Setelah menikah, ia berhenti kerja dan pindah ke Bandung, kampung halaman sang istri, untuk merintis usaha. “Saya jenuh bekerja,” ujar pria kelahiran Bogor, 27 September 1989, ini.

Sejatinya, sebelum menikah, sang istri punya usaha busana muslimah bertajuk House of Lyca. Malah, bisnis yang sudah berjalan tiga tahun itu berkibar di jagad mode dalam negeri.

Pakaian rancangan Salma pernah tampil dalam pekan mode terbesar di tanah air, Indonesia Fashion Week di 2014. Tapi, pasca menikah, perempuan kelahiran Bandung, 21 Desember 1990, ini justru menutup usahanya.

Ia lalu mengajak suaminya ke Bandung dan membangun usaha baru dari nol. “Ini (melepas usaha) merupakan keputusan yang berat,” ucap Asad, yang menumpang di rumah mertua di tahun-tahun awalnya di Bandung.

Meski sang istri paham dunia mode dan usaha, Asad memilih belajar di luar. Ia ikut berbagai pelatihan kewirausahaan. Kemudian, dia keluar masuk pasar tekstil di Bandung untuk menimba ilmu soal kain, sembari mencari pemasok yang tepat untuk usahanya kelak.

Asad juga berkeliling mencari penjahit untuk belajar produksi, sekalipun mertuanya punya konveksi. Dia juga menjalin pertemanan dengan pelaku usaha fesyen di Bandung.

“Ini butuh keberanian, lo, karena saya, kan pendatang. Enggak bisa ngomong Sunda lagi, tapi saya enggak malu bertanya dan ikut komunitas wirausaha di Bandung,” ungkapnya.

Modal pas-pasan

Sebelum memutuskan berbisnis busana anak muslim, awalnya Asad dan sang istri ingin memproduksi baju tidur khusus wanita. Dengan pertimbangan, pasarnya luas dan banyak peminatnya.

Tapi, keluarga istrinya menentang, lantaran saat menjual baju itu akan memajang foto model yang mempertontonkan aurat.

Mereka sejak awal juga tidak ingin berbisnis busana muslimah. Sebab, pemainnya sudah sangat banyak.

Nah, karena baru punya bayi, keduanya pun kepikiran untuk membuat busana muslim anak usia di bawah dua tahun. “Pakaian anak yang beli kan bukan anaknya, tapi orangtuanya. Dan, orangtua pasti akan membelikan apa pun yang bagus buat anak-anak mereka,” kata Asad.

Untuk pembagian kerja, sang istri mengurus desain,  produksi dan perencanaan penjualan. Sementara Asad mengurusi pemasaran. Kebetulan waktu masih berstatus karyawan, ia bekerja sebagai pemasar.

Akhir 2015, Asad memulai usaha busana muslim anak, meski dengan modal pas-pasan. Berkat masukan dari seorang teman, ia menjalani usaha dengan sistem purchase order (PO).

Jadi, Asad baru memproduksi pakaian sesuai model yang dia tawarkan begitu ada order masuk dan pemesan sudah melunasi pembayaran. Sistem tersebut, Asad menilai, masuk akal buat yang modalnya terbatas.

“Pekerjaan selanjutnya, bagaimana caranya calon pelanggan percaya? Yaitu, dengan memberikan produk yang bagus, berkualitas, dan sesuai dengan apa yang mereka harapkan,” beber Asad .

Maklum, dengan modal pas-pasan pula, Asad memasarkan produknya secara daring, lewat Facebook dan Instagram. Untuk mempromosikan Bunayya, ia beriklan lewat Google Ads dan menggunakan jasa endorsement bertarif murah. “Pelan-pelan orang pun jadi tahu dan kenal Bunayya,” ujarnya.

Untuk produksi, mulanya Asad menumpang di konveksi milik mertua yang selama ini hanya membuat popok bayi. Cuma, karena kapasitasnya terbatas, ia pun keliling mencari penjahit untuk menawarkan kongsi kemitraan. “Tapi sulit sekali, enggak ada yang mau kerjasama,” ungkapnya.

Sampai akhirnya, ada penjahit spesialis gaun yang mau menerima ajakan kerjasamanya. Itu pun setelah bujuk rayu.

Tapi, penjahit itu hanya mau menerima order dari Asad sesuai kapasitas saja, tidak mau menambah karyawan. Paling banyak ia mengerjakan 200 potong busana muslim anak.

Sampai sekarang, Asad masih bermitra dengan penjahit tersebut yang kini sudah memiliki karyawan lebih dari 10 orang. Sebetulnya, dia pernah punya pengalaman buruk.

Misalnya, karena permintaan menumpuk, penjahit tersebut kerja buru-buru. “Di situlah terjadi kekacauan, salah ukuran dan lain-lain,” tuturnya. Toh, kerjasama tetap berlangsung, karena, kata Asad, penjahit itu adalah mitra penjahit pertamanya.

Saat ini, total produksi Bunayya mencapai 6.000 potong per bulan yang dikerjakan oleh  empat konveksi milik mitra. Masing-masing konveksi punya 10 penjahit hingga 15 penjahit.

Asad belum berencana membuka konveksi sendiri. Ia masih ingin fokus di produk, desain, dan penjualan. “Kalau main produksi juga, maka akan memikirkan SDM (sumber daya manusia) yang banyak dan mesin. Sedang saya masih pengusaha baru,” jelasnya.

Tambah produk

Yang menarik, kebanyakan pelanggan Bunayya bukan dari Bandung dan sekitarnya, juga bukan dari wilayah lain di pulau Jawa. Order banyak datang dari Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk itu, Asad membuka kemitraan distributor, agen dan reseller yang sekarang jumlahnya 120 orang.

Nah, berangkat dari permintaan salah satu agennya di Kalimantan, dia menambah produk seragam muslim keluarga, sarimbit dalam bahasa Jawa. Menjelang Lebaran 2016, ia merilis produk tersebut. “Agen itu tidak hanya kasih ide, tapi juga beli partai besar untuk konsumen dan keluarga besarnya,” kata Asad terharu.

Dan, Hari Raya Idul Fitri selalu jadi puncak permintaan. Di tahun awal berbisnis, Asad bisa mengantongi omzet Rp 50 juta selama Lebaran. Angkanya melonjak menjadi Rp 300 juta pada tahun kedua.

Cuma, masalah sempat timbul pada Lebaran 2017. Konveksi milik mitra tidak siap menerima banyak order sekaligus.

Alhasil, banyak konsumen kecewa karena enggak mendapat produk pesanannya. “Saya waktu itu jadi bingung, ini nikmat atau tantangan,” sebut Asad.

Belajar dari pengalaman itu, Asad mengubah sistem order, satu bulan sebelum Lebaran tidak menerima pesanan lagi. Lalu, tujuh bulan sebelum hari raya, dia sudah menyiapkan semua bahan dan menetapkan lokasi produksinya.

Asad juga membangun sistem distribusi baru. Dia menunjuk satu distributor untuk memegang satu kota. Mereka langsung belanja partai besar ke Bunayya, dengan mendapat diskon 35%. “Di tahun ketiga, saat Lebaran, omzet sampai Rp 800 juta,” ungkap dia.

Di tahun ketiga pula, dia membuka toko fisik. Tapi, gerai offline ini milik mitra. Saat ini, ada empat gerai yang tersebar di Kota Pekanbaru, Jakarta, Bandung, dan Makassar.

Bermula dari tiga karyawan yang bekerja mengurus akun Bunayaa di Facebook dan Instagram serta pengemasan barang, sekarang jumlah pekerjanya ada 13 orang. “Kami juga berencana menambah area store (toko), distributor, agen, dan reseller,” imbuh Asad.

Dia juga akan memperbanyak retailer yang merupakan rantai baru distribusi Bunayya dan ada di bawah reseller. “Kami dorong sebanyak-banyaknya agar setiap RW bahkan RT bisa ada satu retailer Bunayya,” kata Asad.

Rencana lain, dia ingin menambah produk kaos dan tas anak. Asad juga ingin dekat sama konsumen secara langsung dengan ikut berbagai pameran.

Dan sejatinya, Asad sempat menerima order dalam jumlah besar di luar produk Bunayya sesuai keinginan pelanggan. Dia pernah mengerjakan pesanan jaket senilai Rp 150 juta. “Sekarang fokus ke Bunayya, karena capek juga mengurus dua bisnis sekaligus,” ujar Asad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×