Lewat ritual mencicipi, menguji cita rasa kopi

Minggu, 15 Oktober 2017 | 09:05 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika, Herry Prasetyo
Lewat ritual mencicipi, menguji cita rasa kopi


PROFESI CUPPER - Anda peminum kopi atau penikmat kopi? Memang, apa bedanya? Seorang peminum kopi bisa jadi tidak peduli kopi apa yang ada di hadapannya. Begitu ada secangkir kopi, ia akan meminumnya.

Penikmat kopi lain lagi tabiatnya. Ia akan pilih-pilih, tidak setiap secangkir kopi ia minum. Kualitas dan cita rasa kopi menjadi pertimbangan utama.

Nah, sebelum sampai di tangan konsumen, kopi spesial itu harus melewati satu ritual yang bisa jadi diulang-ulang di sepanjang rantai produksi minuman kopi. Ritual itu adalah cupping, yakni kegiatan mencicipi secangkir kopi.

Cupping merupakan proses standar untuk menilai dan mengevaluasi rasa juga aroma secangkir kopi. Proses ini dilakukan untuk mengobservasi rasa sebelum kopi tersebut sampai di cangkir para penikmat kopi.

Profesional yang secara khusus melakoni kegiatan cupping disebut cupper. Meski begitu, Christianus Pinardi Setiawan, mengatakan, setiap orang yang berkecimpung di dunia kopi sebetulnya harus bisa menjadi cupper.

Dalam menjalankan profesinya, petani kopi, pengepul kopi, penyangrai kopi atawa roaster, sampai peracik kopi alias barista harus menggelar kegiatan cupping. "Setiap pelaku harus bisa mendeskripsikan dan menilai cita rasa serta karakter dari secangkir kopi," ujar Product Management Sebastian Coffee and Kitchen ini.

Evani Jesslyn, pemilik Strada Coffee di Semarang, mengamini, cupping dibutuhkan di setiap rantai produksi minuman kopi.

Petani harus menguji kopi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas panen. Pengepul dan eksportir melakukan cupping guna menguji kualitas dan menjaga konsistensi biji kopi si petani.

Menurut Evani, pemegang sertifikat Coffee Diploma System dari Specialty Coffee Association (SCA), seorang roaster melakukan cupping untuk memastikan standar dan kualitas kopi dari petani atau pengepul. Kegiatan ini juga untuk memastikan konsistensi hasil penyangraian biji kopi dan mengomunikasikan ekspektasi rasa kepada barista.

Sementara barista melakukan cupping untuk mengetahui cita rasa kopi racikannya dan menjelaskan karakter kopi tersebut kepada konsumen. "Kompetensi cupper melekat di setiap profesi rantai produksi kopi," ujar Evani yang tengah menyiapkan akademi pelatihan barista dan roastery bernama First Crack di Jakarta.

Ritual cupping

Lantaran kegiatan mencicip tidak lepas dari peran lidah, Evani menyatakan, seorang cupper harus memiliki indra pengecap yang sangat sensitif. Untuk menjadi seorang cupper, Anda harus bisa membedakan lima modul rasa: manis, asin, asam, pahit, dan gurih.

Lalu, seorang cupper juga kudu bisa membedakan macam-macam asam. Biasanya, ada empat jenis asam yang mungkin ada di secangkir kopi: asam sitrat, asam malat, asam asetat, asam fosfat. "Cupper juga perlu mengalibrasi indra pencecap dengan pemilik lisensi cupper," ujar Evani.

Aris Kadarisman, roaster dan trainer Indonesia Coffee Academy, bilang, cupper juga dituntut punya olfactory skill yakni kemampuan menentukan jenis kopi dari wanginya.

Nah, dalam ritual cupping, seorang cupper harus bisa memberikan penilaian objektif dan mengidentifikasi aroma juga rasa kopi. Ritual pertama dimulai dengan menghirup wangi kopi yang menguar dari kopi yang belum diseduh.

Setelah kopi diseduh, ritual kedua menyibak ampas kopi ke pinggir menggunakan sendok dan menghirup aroma yang keluar. Evani bilang, aroma kopi juga sudah bisa dihirup saat bubuk kopi bersentuhan dengan air panas. Setelah itu, tiba saatnya ritual mencicip menggunakan indra pencecap.

Dalam ritual ini, ada beberapa aspek yang harus dinilai seorang cupper. Yakni, keasaman alias acidity, body atawa kekentalan, dan cita rasa atau flavor. "Yang dinilai bukan hanya intensitasnya, juga kualitas dan kompleksitas," kata Evani.

Ritual berikutnya adalah penilaian after taste, yaitu menilai cita rasa yang melekat di kerongkongan saat kopi diteguk. Dalam rangkaian kegiatan ini, lidah seorang cupper juga dibutuhkan untuk menemukan, apakah kopi tersebut memiliki cacat atawa defect yang mengganggu rasa atau tidak.

Untuk menentukan kopi termasuk ke dalam golongan specialty coffee, hasil penilaian cupping harus di atas 80 dan mesti diberikan oleh tiga orang cupper yang memegang sertifikat, baik itu Q Grader untuk arabika dan R Grader buat kopi robusta. "Untuk memperoleh sertifikat Q Grader, biayanya bisa mencapai Rp 17 juta," ungkap Aris yang telah mengikuti proses sertifikasi sebanyak dua kali dari SCA America.

Tapi, menurut Evani, kemampuan lebih penting dibanding sekadar mendapat sertifikat. Hanya, jika memang serius menekuni profesi di dunia kopi, sertifikat menjadi kebutuhan meski bukan kewajiban.

Yang jelas, Aris menyebut, profesi cupper akan banyak dibutuhkan saat industri kopi kian berkembang. Sebab, kemampuan menguji sangat dibutuhkan oleh pemilik kedai kopi maupun petani kopi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru