kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cara memilih makanan dalam parsel


Sabtu, 01 Juni 2019 / 09:55 WIB
 Cara memilih makanan dalam parsel


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Pengiriman makanan dalam parsel menjelang Lebaran meningkat secara signifikan. Meski awalnya parsel semata alat silahturahmi, kini bermetamorfosa sebagai instrumen untuk pelicin bisnis. Bahkan, isinya pun mulai beragam tidak saja produk makanan tetapi juga peralatan rumah tangga, buku, batu akik, hingga mainan anak-anak. Bisnis yang satu ini pun mendatangkan untung besar bagi pengelolanya.

Di sisi lain, parsel yang kerap berisi produk makanan menyimpan segumpal bahaya. Produk pangan kemasan kaleng misalnya bisa saja tidak memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi karena sudah lewat masa simpannya.

Saat masyarakat yang kini sedang mengalami krisis kepercayaan, kebohongan publik mudah dilakukan. Makanan kaleng kedaluwarsa dengan gampang tanpa beban moral dijadikan bagian dari parsel. Dari perspektif keamanan pangan, makanan kedaluwarsa bisa menimbulkan keracunan yang acap mengancam jiwa manusia yang mengonsumsinya.

Makanan olahan pabrikasi yang sudah tak layak dikonsumsi sering ditemukan dan kejadiannya bisa berulang, mengingat makanan kemasan kedaluwarsa masih kerap beredar di pasar. Seperti berita di sejumlah media belakangan ini, operasi keamanan pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Ketahanan Pangan di sejumlah daerah menemukan makanan kemasan yang sudah tak layak dikonsumsi.

Makanan kaleng yang kemasannya telah rusak dan kedaluwarsa atau berkarat, penyok, dan berlubang di antaranya sarden dan koktail ditempatkan di rak-rak penjualan di pasar swalayan, bersama dengan makanan kaleng yang kondisinya masih baik dan belum kedaluwarsa.

Sekadar menyebut contoh, hasil intensifikasi pengawasan produk pangan oleh BPOM beberapa tahun lalu yang menemukan 36.207 kemasan pangan tak memenuhi ketentuan. Beragam produk itu terdiri dari pangan ilegal 18.701 kemasan, pangan kedaluwarsa 15.707 kemasan, dan pangan rusak 1.799 kemasan dengan nilai total lebih dari Rp 1,5 miliar. Kejadian yang sama bisa terulang kembali mengingat makanan adalah kebutuhan primer masyarakat.

Dari pengawasan peredaran parsel yang dilakukan BPOM setiap tahun menemukan ratusan bahkan ribuan produk mengalami kerusakan mulai dari produk melampaui batas kedaluwarsa, produk tidak terdaftar hingga tidak memenuhi syarat pelabelan. Keluhan klasik yang ditemukan dari konsumen adalah produk makanan dalam parsel sudah kedaluwarsa, rusak, tercemar dan tidak memenuhi persyaratan pengemasan.

Ironisnya, pihak penerima parsel kerap tak mau mengklaim jika memperoleh makanan kedaluwarsa karena tidak mengetahui ke mana harus mengadu atau rasa sungkan lainnya. Peluang seperti inilah yang dimanfaatkan pengusaha parsel, apalagi dipermudah dengan sistem teknologi komunikasi secara daring atau online yang makin baik, hanya dengan mengunggah di media sosial, berbagai model parsel sudah bisa dilihat dan dipilih konsumen. Tinggal klik dan bayar, sudah sampai ke tujuan sesuai pesanan.

Makanan kedaluwarsa

Ancaman bahaya di balik makanan kedaluwarsa patut diwaspadai. Bila makanan ini merupakan produk olahan kacang-kacangan, maka cemaran aflatoksin atau senyawa beracun dari jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus, tak terhindarkan. Kandungan lemaknya dapat teroksidasi menjadi asam lemak bebas dan hidroperoksida karena tercampur dengan jamur tertentu. Bau tengik ini menjadi salah satu tanda bahwa makanan yang berbasis jagung dan kacang tanah mulai memproduksi aflatoksin yang amat berbahaya pada kesehatan.

Sementara itu, makanan kaleng yang berisi daging, ikan, sayur dengan pH di atas 4,6 jika sudah lewat masa kedaluwarsa, bakteri Clostridium botulinum akan bersemayam di dalamnya dan pada gilirannya memproduksi racun (botulinin) yang mematikan. Bakteri yang sangat berbahaya ini suka berdomisili pada tempat yang tak ada udara dan melindungi diri dengan membentuk spora sehingga tahan pada gempuran suhu tinggi.

Perdagangan makanan kedaluwarsa lewat parsel hanyalah salah satu dari segudang persoalan keamanan pangan di Indonesia. Peredaran produk pangan olahan yang mengandung bahan tambahan yang dilarang dapat menjadi contoh lain benang kusut keamanan pangan yang sulit diurai. Makanan dan minuman yang mengandung zat pewarna rhodamine B atau methanyl yellow, pemanis buatan siklamat atau sakarin, mi basah dan bakso mengandung formalin dan boraks, tetap beredar di pasaran.

Parsel yang berisi makanan kaleng perlu diwaspadai keamanannya. Produk yang sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan, seperti kaleng sudah kembung, penyok, bocor, dan berkarat sebaiknya tidak dikonsumsi masyarakat. Patut disadari keracunan makanan terjadi ketika bahan beracun yang terbentuk dalam makanan dan masuk ke dalam tubuh saat dimakan.

Mekanisme ini disebut intoksikasi. Sementara itu, jika mikroba patogen yang masuk ke dalam tubuh lalu berkembang biak sampai menimbulkan gangguan atau penyakit disebut infeksi.

Gejala keracunan muncul tak lama setelah menelan makanan yang mengandung racun, bahkan kerap terjadi tak lebih dari 24 jam. Rasa sakit mulai terasa pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, perut melilit, diare atau kolik. Bisa juga menyerang susunan saraf sehingga menimbulkan rangsangan saraf seperti tegang otot atau kejang-kejang. Kondisi yang lebih parah, si penderita menunjukkan rasa ngantuk yang berlebihan sampai koma (pingsan) karena pernafasan terganggu atau kerja jantung mulai tidak normal.

Masyarakat dapat mencegah keracunan makanan dengan membiasakan membaca label pada kemasan. Dari label tersebut dapat diketahui batas akhir penggunaan makanan tersebut (kedaluwarsa), kandungan zat gizinya, bahan pengawet yang digunakan dan nama perusahaan yang memproduksi. Diketahui juga apakah suatu produk pangan di buat di Indonesia atau impor dari luar negeri.

Pada masa mendatang peran pemerintah sangat diharapkan untuk menindak tegas pengedar parsel yang berisi makanan kaleng kedaluwarsa dengan mengajukan ke pengadilan guna diberi hukuman setimpal sesuai Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian akan tercipta iklim perdagangan parsel yang jujur dan bertanggung jawab.

Hal yang tidak kalah penting ialah masyarakat tetap berhati-hati dengan lebih waspada ketika hendak mengonsumsi makanan kaleng yang terdapat dalam parsel. Dengan mengecek kembali label dan bentuk kemasan, kita bisa terhindar dari bahaya keracunan.

Sebaliknya jika sedikit saja lengah, bukan tak mungkin niat baik seorang kerabat bersilaturahmi lewat parsel dapat merubah menjadi malapetaka akibat bahaya di balik makanan kaleng kedaluwarsa. Selamat menyongsong Lebaran!♦

Posman Sibuea
Guru Besar Unika Santo Thomas Medan, Sumatra Utara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×