kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penggunaan micin dan isu kesehatan


Senin, 03 Desember 2018 / 12:16 WIB
Penggunaan micin dan isu kesehatan
ILUSTRASI. Pabrik Ajinomoto Indonesia


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - MOJOKERTO. Monosodium Glautamat (MSG) atau lebih dikenal dengan istilah vetsin (micin) merupakan salah satu bahan makanan paling dikenal dan menjadi kontroversi. Terutama seputaran isu kesehatan dan keamanan.

Banyak anggapan, usai menyantap makanan dengan bahan tambahan MSG menimbulkan gejala rasa kebas di belakang leher, tubuh menjadi lemas, serta jantung berdebar-debar.

Lalu benarkah demikian? dr Johanes Chandrawinata, MND, SpGK, spesialis gizi klinik Melinda Hospital menjelaskan MSG sering dituding penyebab berbagai penyakit terutama Chinese Restaurant Syndrome (CRS) seperti, rasa haus, pusing, sakit kepala dan lain-lain.

Padahal menurutnya, sudah banyak penelitian yang menegaskan MSG tidak terbukti sama sekali sebagai penyebab CRS. “Termasuk penelitian di Yogyakarta pada tahun 2.000,” ujarnya saat media gathering beberapa waktu lalu.

Bagaimana perihal MSG dengan penyakit kanker? dr Johanes menuturkan isu kanker tersebut muncul lantaran akibat penelitian MSG pada tikus. Di mana, pada tikus tersebut disuntikkan cairan MSG.

“Penelitian ini tidak bisa sebagai gambaran penggunaan MSG sehari-hari pada manusia. Tidak tepat sekali itu penelitian tersebut karena penggunaan MSG sehari-hai pada manusia hanya sebagai bumbu masak,” paparnya.

Lebih lanjut, dr Johanes menegaskan MSG sudah dinyatakan aman oleh berbagai lembaga kesehatan dunia. MSG boleh digunakan secukupnya dan status aman MSG juga sudah dinyatakan oleh FDA (Food Drug Administration).

Terlepas isu kesehatan, MSG memiliki sejumlah kegunaan. Mulai dari memperkuat rasa pada makanan, menambah total intensitas rasa pada makanan, mempertinggi karakteristik rasa tertentu pada makanan dalam hal kontinuitas dan lain-lainnya.

Dalam penelitian Susan Schiffman menunjukkan penggunaan penguat rasa MSG dalam makanan untuk pasien di rumah sakit menghasilkan konsumsi kalori 10% lebih banyak daripada makanan yang tidak ditambahkan MSG.

“Penggunaan MSG juga menjadi cara untuk diet rendah garam. Konsumsi garam yang tinggi berkaitan dengan terjadinya hipertensi dan beberapa keadaan patologis lainnya,” katanya.

Menanggapi pro dan kontra penggunaan MSG, Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih, SH, MH menyatakan agar masyarakat merujuk pada pernyataan atau rekomendasi lembaga yang kredibel.

“Saya tidak menyatakan, silahkan masyarakat mencari sendiri. Atau kawan-kawan percaya pada otoritas negara lihat pada keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ini paling gampang,” tuturnya.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×