kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur panjang cuan sanca, si ular cantik bermotif langka


Sabtu, 26 Mei 2018 / 14:05 WIB
Mengukur panjang cuan sanca, si ular cantik bermotif langka


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Sanca merupakan sebutan umum bagi sekelompok ular pembelit dari suku pythonidae. Maka, ular sanca juga sering disebut ular piton. Sanca diketahui menyebar luas di Afrika, Asia dan Australia. Bahkan, beberapa jenisnya dikenal sebagai ular terpanjang di dunia.

Karena begitu populer di kalangan pecinta reptil, tak jarang seekor anakan sanca dibanderol cukup mahal. Inilah yang membuka peluang beternak sanca.  "Sanca ini jenis piton yang paling banyak dicari. Karena dia punya motif yang jarang, warnanya juga banyak yang beda dari ular biasanya," tutur Zainal Arifin, peternak aneka ular piton asal Tulungagung, Jawa Timur.

Sudah lima tahun ini Zainal terjun sebagai peternak aneka ular piton. Bermula dari hobi, pria yang kental dengan logat Jawa Timurnya ini akhirnya memutuskan berbisnis ular. Ia mengaku, awalnya beternak ular sanca hanya untuk hobi dan keperluan lomba.

Zainal mengatakan jika ular piton jenis sanca ini tergolong yang paling mahal harganya, terutama jika jenisnya langka. Satu ekor bayi sanca jenis biasa umur sebulan dibanderol Rp 2 juta-Rp 3 juta. Sedangkan, bayi sanca jenis langka, harganya mencapai Rp 5 juta per ekor.  "Harga sanca lumayan mahal. Apalagi yang jenis langka, seperti albino, harganya pasti bagus itu," ujarnya.

Zainal bilang dalam sebulan, dirinya bisa menjual minimal 5-6 ekor bayi ular sanca. Konsumennya pun datang dari berbagai kota seperti dari Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, Malang, Lampung, Batam, Kalimantan, Makassar, Bali dan Lombok.

Keuntungan beternak aneka jenis ular piton, khususnya ular sanca juga dirasakan oleh Andy Pranoto asal Malang, Jawa Timur. Sama seperti Zainal, Andy juga memulai bisnisnya karena hobi reptil. Sejak tujuh tahun lalu, Andy memutuskan untuk menjadikan hobinya tersebut sebagai ladang penghasilan.

"Awalnya, saya iseng aja ternak ular, pas teman main ke rumah, ternyata dia tertarik dan beli ular saya. Waktu itu yang dia beli ular sanca bodo atau sering disebut molu. Dari situ saya tau, kalau ternak ular bisa jadi peluang," ungkapnya.

Andy mengatakan, seekor bayi ular sanca miliknya dibanderol Rp 1,5 juta-Rp 4,5 juta, tergantung jenis, umur dan motifnya. Sedangkan, ular sanca dewasa dibanderol mulai Rp 10 juta per ekor. Makin langka dan bagus motif ular sanca, harganya pun makin tinggi.

Pelanggan Andy datang dari berbagai kota seperti Jawa Timur dan sekitarnya, Sumatera, Sulawesi, Bali, Kalimantan, bahkan sampai Papua. "Lumayan untuk penghasilan, dalam sebulan, paling jelek, saya bisa jual 8 ekor bayi ular. Kalau lagi bagus ya bisa sampai 20-an," katanya.                     

Kebersihan dan kelembaban kandang kunci kesehatan danca

Tak serumit piton lainnya, sanca yang juga termasuk jenis ular piton tergolong mudah dibudidayakan.  Zainal Arifin, peternak ular piton asal Tulungagung, Jawa Timur menjelaskan, suhu dan kelembaban adalah dua hal penting dalam beternak sanca. Sebab, kedua hal itu bisa berpengaruh pada kesehatan sanca dan keberhasilan penetasan telur.

"Telur-telur sanca ini bisa menetas kalau kelembaban dan suhu kandangnya pas," terang Zainal. Ia lanjut menjelaskan, satu induk sanca bisa menghasilkan 25- 30 telur dalam sekali proses bertelur. Lantas, telur-telur tersebut dimasukkan ke inkubator khusus selama 100 hari. Suhu inkubator sebaiknya dijaga di kisaran 29-30 derajat Celcius. Sedangkan kelembaban udara bisa sekitar 90 RH.

Selain itu, kebersihan kandang juga berpengaruh kuat pada kesehatan sanca. Andy Pranoto, peternak ular piton asal Malang menuturkan, sanca yang dikenal dengan keunggulan motif dan warna kulitnya, akan sia-sia jika kandangnya kotor dan berjamur. Kondisi kandang seperti ini bisa memicu penyakit kulit bagi ular. "Penyakit yang lumayan berbahaya hampir semua jenis ular, termasuk sanca ini ya penyakit kulit," jelas Andy.

Selain aneka penyakit kulit, Andy mengatakan, ular sanca juga rawan terhadap sembelit dan mogok makan. Penyakit sembelit biasanya disebabkan oleh penimbunan sisa pencernaan yang tak kunjung keluar. Untuk mengatasinya, ular direndam dalam air hangat, sambil dipijat bagian perutnya. Sembelit harus segera ditangani, jika tidak, bisa mengakibatkan kematian pada ular. "Kalau mogok makan, ada fase-fase tertentu ular jadi mogok makan. Biasanya waktu ganti kulit dan saat musim kawin tiba, karena ular memang biasanya puasa kalau masuk dua fase itu," tandas Andy.

Jenis sanca kembang merupakan salah satu jenis ular terpanjang di dunia, panjangnya bisa mencapai 10 meter dan berat maksimalnya bisa sampai 158 kilogram (kg). Kelompok ular pembelit dari suku Pythonidae ini juga dikenal berumur panjang, bisa lebih dari 25 tahun.

Untuk pakan, baik Zainal maupun Andy menyarankan untuk memberi tikus putih, daging ayam, marmut atau kelinci. Pemberian makan bisa seminggu sekali, dengan jumlah 3-4 ekor tikus. "Umumnya sih tikus, tapi bisa juga  daging unggas. Usahakan hewannya masih hidup, agar nafsu makannya meningkat," kata Zainal.

Sanca betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar. Jika panjang sanca jantan sekitar 7-9 kaki, yang betina panjangnya sekitar 11 kaki. Sanca bisa dikawinkan saat berumur 2-4 tahun. Biasanya musim kawin berlangsung antara September hingga Maret.

Sanca, terutama yang kecil, kerap dipelihara orang karena relatif jinak dan indah kulitnya. Selain itu, sanca banyak diburu orang untuk diambil kulitnya yang indah dan bermutu baik. Lebih dari 500.000 potong kulit sanca kembang diperdagangkan setiap tahun. Sebagian besar kulit-kulit ini diekspor dari Indonesia, dengan sumber utama Sumatra dan Kalimantan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×