kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi rokok orang tua menyebabkan anak stunting


Senin, 25 Juni 2018 / 14:42 WIB
Konsumsi rokok orang tua menyebabkan anak stunting
ILUSTRASI. Cegah akses rokok oleh anak


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi rokok orang tua menyebabkan anak stunting. Ini adalah hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI).

Dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH, Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, perilaku merokok orang tua diperkirakan berpengaruh pada anak stunting dengan dua cara. Pertama, melalui asap rokok orang tua perokok yang memberi efek langsung pada tumbuh kembang anak. “Asap rokok mengganggu penyerapan gizi pada anak, yang pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembangnya,” kata Bernie, Senin (25/6).

Kedua, dilihat dari sisi biaya belanja rokok, membuat orang tua mengurangi jatah biaya belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan dan seterusnya.

Tim PKJS-UI telah melaksanakan studi yang membuktikan efek konsumsi rokok terhadap kemiskinan dan kejadian stunting di Indonesia. Penelitian yang menggunakan dataset longitudinal (1997–2014) dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) ini membuktikan bahwa perilaku merokok telah berdampak pada kondisi stunting anak-anak mereka yang ditunjukkan pada tinggi dan berat badan.

Penelitian menunjukkan, konsumsi rokok sekitar 3,6% pada 1997 telah melonjak 5,6% pada 2014, sedangkan konsumsi lainnya menurun secara signifikan selama 1997-2014. Artinya, peningkatan konsumsi rokok sekitar 2% telah digantikan oleh penurunan pengeluaran beras, protein, dan sumber lemak, serta pendidikan.

Pengeluaran rumah tangga untuk daging dan ikan menurun sekitar 2,3% selama 1997–2014. Padahal, jenis pengeluaran ini akan sangat mempengaruhi perkembangan masa depan anak-anak dalam hal berat badan, tinggi badan, dan kemampuan kognitif.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sampai saat ini konsumsi rokok pada keluarga miskin masih sangat tinggi di Indonesia. “Belanja makanan bergizi di bawah belanja rokok,” ungkap Ahmad Avenzora, Kasubdit Kerawanan Sosial BPS.

Ini artinya, jika belanja rokok dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali, kesempatan keluarga miskin untuk belanja makanan bergizi akan jadi lebih besar, dan inilah syarat utama menghindari stunting. Dari sini terlihat tarik menarik yang kuat antara konsumsi rokok, kejadian stunting, dan kemiskinan.

Teguh Dartanto, PhD, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI sekaligus penanggung jawab penelitian tim riset PKJS mengatakan, berat badan dan tinggi anak-anak di bawah lima tahun 5 tahun pada 2007 dan kemudian melacak mereka pada 2014 secara berurutan untuk mengamati dampak perilaku merokok orang tua dan konsumsi rokok pada stunting. “Secara mengejutkan, ditemukan anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok kronis serta dengan perokok transien cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok,” kata Teguh.

Teguh menambahkan, penelitian ini menegaskan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0,34 cm lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan orang tua perokok kronis. Ini menunjukkan bahwa perokok aktif/kronis cenderung memiliki probabilitas anak-anak pendek atau kerdil.

Dengan memperhitungkan faktor genetik dan lingkungan dari anak, penelitian ini menegaskan adanya bukti kuat dan konsisten secara statistik bahwa anak yang memiliki orang tua perokok kronis memiliki probabilitas mengalami stunting 5,5% lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua bukan perokok. Selain itu, kondisi stunting ini akan menyebabkan penurunan kecerdasan/kognitif anak. Temuan menarik lainnya adalah peningkatan pengeluaran rokok sebesar 1% akan meningkatkan probabilitas rumah tangga menjadi miskin naik sebesar 6%.

Temuan PKJS-UI ini memberikan bukti berharga bahwa mengendalikan konsumsi rokok tidak hanya akan mengurangi prevalensi perokok tetapi juga akan membuat masa depan Indonesia lebih baik dengan menekan stunting; menjaga anak-anak lahir dengan kondisi yang baik, fisik dan kognitif.

Guru Besar FKM UI, Prof. Hasbullah Thabrany mengemukanan, stunting adalah peristiwa penting yang harus segera ditangani pemerintah. Karena rokok menjadi salah satu penyebabnya, maka sangat penting pemerintah segera mengambil tindakan mendesak dalam pengendalian tembakau yang juga berfungsi untuk menekan stunting. Hasbullah juga mengingatkan masyarakat dalam musim pemilihan pemimpin nanti untuk memilih pemimpin yang peduli pada masalah rokok kaitannya dengan stunting. “Mengingat pentingnya, sudah seharusnya stunting menjadi bagian dari agenda politik oleh setiap calon pemimpin dalam berkampanye,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×