Kocek tetap aman saat pensiun

Jumat, 13 Februari 2015 | 12:22 WIB   Reporter: Agung Jatmiko, Ruisa Khoiriyah
Kocek tetap aman saat pensiun

ILUSTRASI. Kementerian Keuangan sudah menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp 70 triliun pada tahun ini.


Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata pensiun?  Mungkin sebagian besar orang akan mengidentikkan masa pensiun dengan masa tua, tidak lagi berjibaku mencari nafkah, hidup bersahaja, ngemong cucu, menghadapi risiko pikun, post power syndrome, dan lain sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pensiun berarti tidak lagi bekerja karena masa tugas sudah usai. Mengikuti definisi itu, masa pensiun artinya Anda tidak lagi bekerja formal. Oleh karenanya, tingkat penghasilan pun kemungkinan sudah tidak lagi sama seperti saat masih bekerja dahulu. Bahkan, cenderung lebih sedikit mengingat produktivitas Anda berhenti.

Anda beruntung bila termasuk kalangan yang sudah memiliki persiapan pensiun memadai, misalnya berupa bekal pensiun yang sudah mencukupi. Namun, tidak sedikit kalangan yang memasuki pensiun dengan persiapan seadanya. Uang pensiun dari kantor pas-pasan, sedang kebutuhan hidup terus meningkat. Bila Anda termasuk kalangan ini, sah-sah saja apabila terpikir untuk kembali produktif secara finansial.

Bagaimana caranya? Karena sektor formal sudah tidak menyediakan tempat bagi usia pensiun untuk terus bekerja, jalan satu-satunya adalah bekerja di sektor non-formal.

Sari Insaniwati, perencana keuangan dari MRE Financial & Business Advisory, berujar, ada banyak pilihan yang bisa Anda jajaki agar tetap produktif secara finansial walau sudah memasuki kategori usia pensiun, antara lain memulai bisnis atau memanfaatkan aset yang Anda miliki agar bisa terus memberikan penghasilan rutin. Misalnya, memanfaatkan rumah yang tidak ditinggali sebagai kontrak-an atau menginvestasikan sebagian tabungan hari tua di instrumen fixed income atau pendapatan tetap, seperti deposito dan sukuk ritel.

Pilihan lain adalah menjadi tenaga profesional sesuai keahlian yang Anda miliki. Misalnya, dahulu Anda bekerja di bidang perpajakan. Ketika sudah pensiun, Anda bisa menjajaki karier sebagai konsultan pajak. Beberapa profesi juga bisa tidak mengenal pensiun, seperti dokter, arsitek, dan lain lain.

Diana Sandjaja, perencana keuangan Tatadana Consulting, menambahkan, bisa pula Anda mengoptimalkan jaringan kerja atau relasi Anda dan merintis profesi sebagai broker atau middleman. “Manfaatkan pengalaman selama bekerja dengan mengajar, memberi seminar, atau menjadi konsultan,” kata Diana.

Sari menimpali, apa pun kegiatan masa pensiun yang hendak Anda pilih, sebaiknya Anda sudah membuat persiapan atau rintisan setidaknya satu atau dua tahun sebelum masa pensiun tiba.

Bila memilih bisnis

Nah, bila Anda cenderung lebih sreg memulai usaha atau berbisnis sebagai aktivitas saat pensiun agar tetap berpenghasilan, saatnya kini bergerak. Sari menyebutkan beberapa kriteria usaha yang bisa dirintis oleh pensiunan. Pertama, usaha dengan risiko relatif rendah dan pendapatan stabil.

Kedua, usaha yang mudah dijalankan dan tidak meminta stamina tinggi. Ketiga, usaha yang nilainya terus meningkat walaupun didiamkan. Keempat, usaha yang sesuai dengan minat dan keahlian.

Bisnis yang sesuai dengan beberapa kriteria tersebut, ujar Sari, antara lain usaha di sektor riil, seperti peternakan, pertanian, perkebunan, pariwisata, jasa, dan bisnis properti. Pilihan lain adalah membeli waralaba. “Dengan menjalankan bisnis waralaba, kita sudah memotong masa belajar karena sistemnya sudah disiapkan franchisor,” jelas Sari.

Berikut ini beberapa hal yang perlu Anda lakukan bila ingin menjadi entrepreneur di masa pensiun:

Amankan kocek
Berbisnis tetap memiliki risiko. Maka itu, ketika hendak merintis usaha dalam kondisi sudah pensiun, Anda tidak bisa asal tubruk. Posisi sebagai pensiunan yang berpenghasilan terbatas menuntut Anda lebih cermat mengatur kocek. “Amankan dana untuk kebutuhan sehari-hari di instrumen dengan return stabil seperti deposito atau anuitas,” saran Diana.

Alhasil, untuk kebutuhan sehari-hari kelak, Anda tidak mengandalkan hasil dari bisnis yang baru dirintis. Dana darurat juga tetap perlu Anda siapkan sebagai antisipasi. Sedang untuk kebutuhan bisnis, gunakan anggaran lain di luar anggaran untuk kebutuhan sehari-hari.

Siapkan modal
Supaya kocek tetap aman di masa pensiun, merintis usaha lebih baik memakai modal sendiri alias bukan dana utang. Jangan pula menginvestasikan seluruh dana modal yang Anda miliki untuk satu bisnis saja. Cadangkan sebagian dana sebagai antisipasi apabila percobaan bisnis pertama Anda gagal. “Kecenderungan gagal bisnis start up cukup besar,” kata dia.

Konsep bisnis
Memulai usaha tidak bisa ujug-ujug berhasil. Agar lebih matang, siapkan rencana bisnis yang jelas. Tidak perlu terlalu rumit. Cukup perjelas jenis usaha, pasar atau konsumen yang disasar, kondisi persaingan di bidang usaha tersebut, rencana pemasaran, dan apa keunikan bisnis (unique selling point). Tidak lupa, simulasi usaha berisi analisis balik modal, proyeksi arus kas, dan sebagainya.

Bila harus berutang
Lantas, bagaimana jika modal untuk bisnis tidak ada atau kurang memadai? Bolehkah melirik utang atau kredit bank? Para perencana keuangan kompak tidak menyarankan hal itu.  “Jika bisnis masih baru dan belum memberi pendapatan yang stabil, belum waktunya kita ambil kredit dengan cicilan rutin,” jelas Diana.

Maklum, pendapatan seorang pensiunan umumnya jauh lebih kecil ketimbang yang masih produktif. Akan terlalu berisiko jika memulai usaha pada saat pensiun dengan modal utang. “Kalaupun mengambil kredit saat pensiun, penggunaannya adalah untuk ekspansi usaha yang sudah ada. Bukan untuk merintis usaha,” tegas Budi Raharjo, perencana keuangan OneShildt Financial Planning.

Jika memang dana pribadi Anda tidak memadai sebagai modal bisnis yang hendak Anda rintis, masih ada jalan lain. Rakhmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk dan Rekan, menyarankan Anda untuk menggandeng investor atau penanam modal. “Ajak kerjasama teman atau saudara sebagai rekan bisnis sehingga modal usaha tidak 100% berasal dari utang,” kata dia.

Nah, bila memang harus berutang untuk modal usaha rintisan, Anda harus memperhatikan hal-hal berikut ini agar utang tidak jadi malapetaka di masa pensiun Anda. Pertama, kemampuan membayar cicilan utang. “Apakah uang pensiun yang Anda terima cukup untuk melunasi pinjaman dan menopang hidup?” kata Rakhmi.

Hindari berasumsi cicilan utang akan Anda bayar dari hasil usaha yang kategorinya start up. Buat simulasi apabila mengambil kredit dengan cicilan sekian rupiah per bulan ditambah pengeluaran sehari-hari, apakah Anda masih bisa leluasa mengatur kocek Anda?

Kedua, penggunaan dana utang. Beberapa bank saat ini menawarkan kredit untuk pensiunan. Syaratnya mudah. Surat keputusan (SK) pensiun jadi jaminan karena pembayaran cicilan utang dipotong langsung dari uang pensiun debitur.

Beberapa bank tidak ketat membatasi peruntukan kredit apakah hanya untuk usaha atau bisa untuk kegiatan konsumtif. Bila Anda tidak memiliki komitmen kuat dan hitungan jelas tentang penggunaan dana, lebih baik tidak melirik tawaran kredit tersebut. Risiko terlalu besar. Maklum, kebanyakan bunga kredit pensiunan memakai bunga flat. Artinya, bunga utang dihitung berdasarkan nilai total utang, tanpa melihat nilai pokok utang yang telah dibayarkan debitur.

Singkat kata, bunga flat identik dengan harga mahal. Berusaha tetap produktif ketika pensiun adalah hal baik, tapi pastikan caranya tepat agar kocek tetap sehat!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can

Terbaru