kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bayi laki-laki lebih banyak dari wanita, kenapa?


Selasa, 31 Januari 2017 / 10:18 WIB
Bayi laki-laki lebih banyak dari wanita, kenapa?


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Memprediksi jenis kelamin bayi di kandungan, atau melakukan cara-cara tertentu, baik lewat makanan atau memilih waktu berhubungan seks, agar mendapat bayi dengan gender tertentu sejak berabad lalu selalu menjadi daya tarik bagi masyarakat.

Dalam dunia kedokteran diketahui bahwa jenis kelamin bayi dipengaruhi oleh sperma ayah. Jika membawa kromosom X maka akan menghasilkan bayi perempuan dan kromosom Y untuk bayi laki-laki. Tetapi, menurut ilmu pengetahuan modern konsepnya tidak sesederhana itu.

Dilansir dari Livescience.com, sejak abad 17, para ahli mengamati bahwa bayi laki-laki yang lahir lebih banyak dibanding bayi perempuan. Ini aneh, karena jika gender dipengaruhi hanya oleh kromosom, maka probabilitasnya seharusnya 50% dan tidak bervariasi.

Hal itu bisa berarti walau pada awalnya jumlah janin laki-laki dan perempuan sama, namun janin perempuan lebih banyak yang mati dalam kandungan. Sebuah penelitian yang melakukan pemetaan rasio jenis kelamin manusia, mulai dari konsepsi sampai kelahiran, mengindikasikan bahwa kematian janin dengan gender spesifik bervariasi selama kehamilan.

Mereka mengobservasi peningkatan kematian janin laki-laki pada periode paling awal dan akhir kehamilan. Angka kematian janin perempuan, lebih tinggi dan merata pada periode kehamilan.

Namun secara umum janin perempuan memang lebih banyak yang gagal. Hal ini konsisten dengan banyaknya bayi laki-laki yang dilahirkan. Sayangnya penyebab pastinya masih jadi misteri.

Hormon dan diet

Sejumlah penelitian mengamati sejumlah faktor seperti bencana, terorisme, dan kondisi ekonomi yang terpuruk, mungkin menurunkan jumlah bayi laki-laki yang dilahirkan.

Para ahli menduga bahwa stres yang disebabkan oleh kondisi tersebut menyebabkan peningkatan jumlah testosteron pada ibu sehingga risiko keguguran juga bertambah. Apalagi diketahui janin laki-laki lebih lemah dari janin perempuan.

Faktor lain adalah paparan zat toksik dari lingkungan yang mengganggu keseimbangan hormon sehingga terjadi peningkatan kelahiran bayi perempuan. Beberapa riset memang mengungkapkan bahwa janin laki-laki lebih lemah dan kurang bisa bertahan menghadapi stres lingkungan.

Pengaruh pola makan ibu selama kehamilan yang diklaim bisa memengaruhi jenis kelamin bayi juga masih diperdebatkan. Penelitian pada tikus dan mamalia mengindikasikan bahwa bayi laki-laki terlahir dari ibu yang sehat dan pola makannya baik.

Pada manusia, hasilnya tidak konsisten, karena proporsi bayi laki-laki yang lahir pada wanita dengan asupan sumber energi yang lebih besar, baik karena kehamilan atau karena kondisi perang.

Studi terbaru

Dalam studi terbaru yang dilakukan pada ribuan pasangan baru menikah di China menunjukkan, tekanan darah seorang ibu selama kehamilan menentukan jenis kelamin bayi. Studi ini mengatakan bahwa wanita yang mengandung bayi laki-laki cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi sebelum terjadinya kehamilan (106 mmHg) daripada wanita yang memiliki bayi perempuan (103 mmHg).

Walau begitu, studi tersebut memiliki keterbatasan, misalnya hanya dilakukan pada pasangan yang berat badannya normal di China dan belum tentu konsisten pada populasi lain.

Penelitian mengenai jenis kelamin bayi memang terus dilakukan. Mengenai mitos-mitos seputar penentuan jenis kelamin bayi, para ahli mengingatkan agar kita tidak terlalu percaya. Misalnya saja saran untuk mengonsumsi makanan tertentu, ini bisa membuat keseimbangan asupan nutrisi terganggu karena calon ibu lebih banyak makan makanan tertentu demi mendapat bayi dengan jenis kelamin tertentu.

(Lusia Kus Anna)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×